Wednesday, February 15, 2006

Windpocken

" Bei uns gehen windpocken um", begitulah tulisan di depan pintu masuk Kindergartennya Adna. Artinya kurang lebih adalah Windpocken (cacar air) sedang mewabah di Kindergarten kami. Wah-wah padahal kalau Adna kena otomatis ayah pasti juga tertular. Maklum si ayah ternyata semasa kecil lumayan 'survive' juga. Kalau mama sendiri pernah kena dan masih inget banget.

Dulu waktu mama SD kelas 2 dan masih berkumpul dan tinggal bersama-sama Bude-bude dan Pakde-pakde di Jakarta, pertama kita lagi lucu ngebahas suatu komik Petruk Gareng terus ceritanya ada tokoh namanya 'Siti Denok'. Dikartunkan lucu sekali dan wajahnya penuh jerawat. Nah kebetulan gak lama kemudian dikepala mama tumbuh bintil-bintil. Terus semuanya ngeledekin kalau mama kayak Siti Denok. Eh lama-lama banyak dan mama badannya panas. Setelah ke dokter ternyata itu sakit cacar air. Eh Bude-bude yang ngeledekin mama juga kena. Hahahah mereka lebih parah, karena udah gede. Bude Uut udah SMP kelas 2 dan Bude Arni SMP kelas 3.

Kembali ke wabah Windpocken di sekolah Adna. Tak lama berselang, ternyata Adna badannya panas. Tidurnya juga gelisah. Mama melihat ada bintil-bintil merah di sekitar dahi dan kepala. Mama curiga jangan-jangan Adna kena Windpocken. Dan betul saja karena bintil-bintilnya bertambah. Terutama di bagian kepala, dahi, punggung, dan perut. Langsung deh telpon dokter untuk bikin termin. Tapi jawaban tempat prakter dokter Adna kurang memuaskan mama. Mereka bilang bahwa mereka tidak berkenan menerima kedatangan pasien WIndpocken. Dikarenakan ini penyakit yang sangat menular. Mereka akan terpaksa sekali menerima jika memang keadaannya parah. Jadi jika tidak begitu parah lebih baik di rumah dan beliau akan menuliskan resepnya dan untuk ditebus di apotek.

Adna mendapat obat berupa bedak dan lotion. Sebetulnya keduanya sama khasiatnya yaitu untuk mengurangi rasa gatel dan mengeringkan bintil-bintil yang pecah. HAri ketiga Bu dokter nelpon ke mama dan menanyakan kondisi Adna. Kebetulan Adna saat itu sudah mulai sehat. Dia sudah tidak panas meski bintil-bintilnya belum kering. Seminggu kemudian alhamdulillah semua bintil sudah keluar dan juga sudah kelihatan mengering. Mama bawa Adna ke dokter untuk memastikan kesembuhannya dan memintakan surat keterangan sehat untuk keperluan masuk ke kindergarten. Memang peraturan di sini jika seorang anak kena penyakit menular maka dia boleh masuk lagi jika punya surat keterangan sehat dari dokter.

Image hosting by Photobucket

Si ayah yang belum kena langsung cepat-cepat divaksin. Tapi ternyata virusnya sudah menyebar lebih dahulu. Sekarang ketika Adna sudah masuk sekolah, ayah gantian yang sakit. Tapi untungnya karena sudah divaksin itu sakitnya jadi tidak terlampau parah. Ayah dua hari sakit kepala dan demam kemudian baru keluar bintil-bintilnya. Hari pertama sakit bahkan ayah masih ke Hamburg untuk jemput eyang yang lagi di rumah Alishya. Eyang putri udah pernah kena, sedangkan eyang kakung masih lupa apakah beliau sudah kena apa belum. Kita berharap semoga semuanya sehat-sehat.

Windpocken

" Bei uns gehen windpocken um", begitulah tulisan di depan pintu masuk Kindergartennya Adna. Artinya kurang lebih adalah Windpocken (cacar air) sedang mewabah di Kindergarten kami. Wah-wah padahal kalau Adna kena otomatis ayah pasti juga tertular. Maklum si ayah ternyata semasa kecil lumayan 'survive' juga. Kalau mama sendiri pernah kena dan masih inget banget.

Dulu waktu mama SD kelas 2 dan masih berkumpul dan tinggal bersama-sama Bude-bude dan Pakde-pakde di Jakarta, pertama kita lagi lucu ngebahas suatu komik Petruk Gareng terus ceritanya ada tokoh namanya 'Siti Denok'. Dikartunkan lucu sekali dan wajahnya penuh jerawat. Nah kebetulan gak lama kemudian dikepala mama tumbuh bintil-bintil. Terus semuanya ngeledekin kalau mama kayak Siti Denok. Eh lama-lama banyak dan mama badannya panas. Setelah ke dokter ternyata itu sakit cacar air. Eh Bude-bude yang ngeledekin mama juga kena. Hahahah mereka lebih parah, karena udah gede. Bude Uut udah SMP kelas 2 dan Bude Arni SMP kelas 3.

Kembali ke wabah Windpocken di sekolah Adna. Tak lama berselang, ternyata Adna badannya panas. Tidurnya juga gelisah. Mama melihat ada bintil-bintil merah di sekitar dahi dan kepala. Mama curiga jangan-jangan Adna kena Windpocken. Dan betul saja karena bintil-bintilnya bertambah. Terutama di bagian kepala, dahi, punggung, dan perut. Langsung deh telpon dokter untuk bikin termin. Tapi jawaban tempat prakter dokter Adna kurang memuaskan mama. Mereka bilang bahwa mereka tidak berkenan menerima kedatangan pasien WIndpocken. Dikarenakan ini penyakit yang sangat menular. Mereka akan terpaksa sekali menerima jika memang keadaannya parah. Jadi jika tidak begitu parah lebih baik di rumah dan beliau akan menuliskan resepnya dan untuk ditebus di apotek.

Adna mendapat obat berupa bedak dan lotion. Sebetulnya keduanya sama khasiatnya yaitu untuk mengurangi rasa gatel dan mengeringkan bintil-bintil yang pecah. HAri ketiga Bu dokter nelpon ke mama dan menanyakan kondisi Adna. Kebetulan Adna saat itu sudah mulai sehat. Dia sudah tidak panas meski bintil-bintilnya belum kering. Seminggu kemudian alhamdulillah semua bintil sudah keluar dan juga sudah kelihatan mengering. Mama bawa Adna ke dokter untuk memastikan kesembuhannya dan memintakan surat keterangan sehat untuk keperluan masuk ke kindergarten. Memang peraturan di sini jika seorang anak kena penyakit menular maka dia boleh masuk lagi jika punya surat keterangan sehat dari dokter.

Image hosting by Photobucket

Si ayah yang belum kena langsung cepat-cepat divaksin. Tapi ternyata virusnya sudah menyebar lebih dahulu. Sekarang ketika Adna sudah masuk sekolah, ayah gantian yang sakit. Tapi untungnya karena sudah divaksin itu sakitnya jadi tidak terlampau parah. Ayah dua hari sakit kepala dan demam kemudian baru keluar bintil-bintilnya. Hari pertama sakit bahkan ayah masih ke Hamburg untuk jemput eyang yang lagi di rumah Alishya. Eyang putri udah pernah kena, sedangkan eyang kakung masih lupa apakah beliau sudah kena apa belum. Kita berharap semoga semuanya sehat-sehat.