Wednesday, April 30, 2008

Penghindaran Pajak Berganda

Iseng-iseng baca peraturan-peraturan pajak Indonesia, ternyata Indonesia menganut prinsip bahwa warga negaranya wajib juga membayar pajak dari penghasilan di luar negeri. Mekanismenya kira-kira seperti kredit pajak.
Tetapi bukankah ada perjanjian penghindaran pajak berganda antara Republik Indonesia dengan sejumlah negara? Salah satu contohnya adalah dengan Jerman, yang dikutipkan di bawah.
Kalau tafsiran saya benar, berarti WNI yang bekerja atau tinggal di luar negeri tidak perlu takut dituduh tidak bayar pajak, asal ada perjanjian dengan negara yang bersangkutan. Benar kan?

http://untreaty.un.org/unts/60001_120000/30/27/00059322.pdf
No. 29513
FEDERAL REPUBLIC OF GERMANY
and
INDONESIA
Agreement for the avoidance of double taxation with respect
to taxes on income and capital (with protocol). Signed at
Bonn on 30 October 1990

[INDONESIAN TEXT - TEXTE INDONÉSIEN]
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL
JERMAN DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MENGENAI
PAJAK ATAS PENGHASILAN DAN KEKAYAAN

Pasal 4
PENDUDUK DALAM NEGERI
(1) Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "Penduduk
Dalam Negeri suatu Negara pihak pada Persetujuan" adalah
setiap orang dan badan yang berdasarkan undang-undang Negara
tersebut dapat dikenakan pajak berdasarkan domisili, tempat
kediaman, tempat kedudukan manajemen ataupun kriteria lain
yang sifatnya serupa. Namun istilah ini tidak mencakup orang
dan badan yang dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan itu, hanya atas penghasilan yang berasal dan
sumber-sumber yang berada ataupun dari kekayaan yang terletak
di Negara tersebut.

Pasal 15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
(1) Tunduk pada ketentuan-ketentuan pasal 16, 18 dan 19,
9aji, upah dan balas jasa lain yang serupa yang diperoleh
Penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukannya dalam hubungan kerja,
hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika
Pekerjaan itu dilakukan di Negara pihak pada Persetuiuan
lainnya. Dalam hal demikian, maka balas jasa yang diperoleh
dari pekerjaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lain.
(2) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, balas jasa
yang diperoleh penduduk Negara pihak pada Persetujuan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak pada
persetujuan lainnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara
pihak pada Persetujuan yang disebut pertama, apabila:
(a) penerimaan balas jasa berada di Negara l a m itu
dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya 183
hari dalam satu tahun takwim, dan
(b) balas jasa itu dibayarkan oleh, atau atas nama
majikan yang bukan merupakan penduduk dari Negara
lainnya tersebut, dan
(c) balas jasa itu tidak menjadi beban bentuk usaha
tetap atau tempat tetap yang dimiliki oleh majikan
itu di Negara lain.



5 comments:

Perjalanan Kami said...

Wah, bagaimana biasanya pemerintah RI melacaknya? Dan mengenakan pajaknya? (kalau tidak ada perjanjian semacam ini). Soalnya kayak di Norway, pajak saja sudah 36%....

hitrifirdaus - said...

tfs mbak/mas

vieny mutiara said...

ngomng-ngomong soal pajak mas, pemerintah ketipu penggelapan pajak perusahaan asian agri sebesar 1 trilliun gitu deh...kalo pajak bisa digelapkan, pasti ada orang pajak yang nikmatin keuntungan tuh...hehehe

Perjalanan Kami said...

Eh mas nano bisa jawab gak gimana sih pemerintah melacak soal ini?

Adna Adam said...

teoritis pemerintah akan melacak tetapi secara praktek hampir tidak mungkin, kecuali pemerintah memang benar-benar memburu kekayaan ybs di luar negeri.
Tapi hal-hal seperti ini biasanya diatur perjanjian bilateral. Indonesia - Norwegia punya nggak ya? Kalau yang saya contohkan di atas kan Indonesia - Jerman dan terhindar dari pajak berganda, mestinya dengan Norwegia yang anggota UE pun sama...